30 Mei 2007

Selamat Hari Raya....


Besok, Kamis 31 Mei 2007 adalah hari tanpa tembakau sedunia. Bagi saya ini adalah sebuah hari raya. Ya, sebuah hari besar, karena saya merokok. Meskipun tidak sekuat dulu, tapi saya masih sangat tergantung pada mbako lan ubarampéné ini. Anda yang perokok tentu tahu, bagaimana rasanya seharian tidak ngemut barang satu ini...

Kawan-kawan saya yang tidak merokok suka bilang, "daripada cuma sehari, mbok sekalian seminggu, sebulan, setahun atau seterusnya...!" Atau kadang ada yang menimpali, "Sudah tahu merokok itu merusak jerohan, mbokya berhenti... Sadar....!"

Dulu, ketika saya mulai merokok, saya berangkat dari kesadaran bahwa mendiang simbah saya adalah seorang pedagang tembakau kampiun.
Mungkin kesadaran yang sama pula yang akan menghentikan saya...

Jadi, bagi Anda yang merayakannya, selamat nyepaplem sedunia, saudara-saudara....! :D

17 Mei 2007

e v o l u s i

Dia mewujud ketika saya berumur 24 tahun. Tumbuh perkasa dan menyakiti saya hampir dua tahun setelah itu. Tak hanya pikiran dan perasaan, bahkan fisik. Beberapa kali wajah saya tiba-tiba terlihat tambun akibat tingkahnya. Sungguh menyakitkan dan mengganggu komposisi paras saya. Segenap pisuh-pisuhan sudah memenuhi kepala saya, mulai dari jenis-jenis sato kéwan hingga ke pelimbahan.

Jika terus dibiarkan, mungkin suatu saat bisa lebih menyakitkan dari ini. Maka saya putuskan untuk menghentikan rongrongannya. Mbuh bagaimana caranya, harus segera disingkirkan!!

Sama sekali tidak bisa diarih-arih, pergilah saya kepada “sang mumpuni”. Saya ceritakan semua soal si bungsu bejat itu. Betapa kelakuannya menjengkelkan dan memuakkan, menggerogoti jiwa dan raga, lantas merusak segala jenis hasrat saya.

“Sang mumpuni” hanya senyum, kemudian menyelidiki semua yang saya katakan. Menulis-nulis sebentar, dan diberikannya catatan itu kepada saya disertai saran untuk menemui “sang pembukti”, baru kembali lagi kepadanya.

[Siaaall..! hanya oret-oretan begini sama saran pembuktian lebih lanjut, … anjritt!! Malah disuruh wira-wiri…]

Menahan emosi terasa sangat menguras energi, nalar saya tidak lagi tangkas. Persetan dengan “sang pembukti”, SAYA HANYA MAU SI BUNGSU SEGERA DIENYAHKAN. TITIK!!.

Kata-kata penutup “sang mumpuni” sama sekali sudah tak bisa saya dengarkan. Saya undur diri dengan perasaan letih luar biasa.

Saya mencoba tidur, meredakan semua yang sedang saya idap, pikiran, perasaan dan kesakitan. Saya keluarkan catatan dari “sang mumpuni”, berpikir lambat-lambat dengan sisa nalar. Akhirnya saya ikuti juga yang tercatat di sana, tapi untuk datang kepada “sang pembukti”, sama sekali tidak saya pertimbangkan. [wueguahh...!]

Satu-dua hari sudah lewat, saya mereda. Kebetulan saudara saya -yang juga faham betul bagaimana kelakuan si bungsu- memberikan jalan keluar yang saya butuhkan. “Sang penentu” sekaligus eksekutor. Saya minta dibuatkan janji hari itu juga.

Tak lama kemudian saya menemuinya. Sama seperti kejadian sebelumnya, saya bercerita, dia menyelidik. Tapi kali ini kami juga membuat kesepakatan. “Besok, di waktu yang sama, Anda harus kembali kemari.” Saya mengangguk segera.

Esoknya, saya kembali.
Si bungsu disingkirkan, dan saya lega. Berkurang satu ganjalan saya…

-----

Dalam dua pertemuan penentuan, saya menanyakan banyak hal. Nalar saya yang relatif lebih komplet memungkinkan untuk itu. Catatan dan saran dari “sang mumpuni” mendapatkan penjelasan di sini, dan kemarahan saya ketika itu jadi sangat menggelikan.

Bahwa gigi bungsu saya tumbuh serong dan melukai gusi.
[woo…, baru tumbuh saja sudah serong, gimana kalo udah gede…]
Sisa-sisa makanan dan minuman yang tertinggal di mulut, jika tidak dibersihkan bisa menyebabkan infeksi dan pembengkakan.
Jika gusi bengkak, harus dikemp
èskan dulu sebelum dioperasi.
[HAH.., operasi…??!]
Lho iya…, karena gigimu ini gigi sehat. Kalau gigi busuk mah, lebih mudah…
[dan lebih murah… weeek]
Ketika gusi bengkak, pembuluh darahnya juga membesar. Susunan pembuluh ini jadi terlihat lebih ruwet dan uyel-uyelan dengan syaraf-syaraf di gusi.
Yang namanya bengkak kan jadi membesar, lalu mendorong syaraf sehingga bisa bergeser tempat. Ketika operasi dan diodhel-odhel, kan tetap ada kemungkinan terjadi kelebihan
mengiris atau memotong.
[teruus..., teruuus... medèn-medèni....]
Kalau motongnya kelebihan dan kena pembuluh darah, masih lebih mudah dibereskan. Gimana kalau yang kena syarafmu, coba?
[Wakks…! dadi édan, no? Wah, kojur ki…!!] Saya mringis saja, nggak nerusin nanya…

Bener apa nggak, saya nggak tau, pokoknya saya percaya saja. Lha wong yang menjelaskan kepada saya memang kerjanya begituan, kok…

Kalau mau tahu sebetul-betulnya, coba tanyakan soal si bungsu ini kepada ahlinya.

Cuma yang bikin saya bingung sekarang, namanya gigi bungsu tapi kok ada empat biji…, atas dua bawah juga dua.
Kalau tumbuhnya satu-persatu masih ketahuan mana yang paling bungsu, kalau trus bersamaan empat-empatnya, mak brol gitu, gimana?

Lha wong mereka pada nggak punya akte kelahiran.... Mana yang paling bungsu, hayo…?

Catatan:
Sang mumpuni = dokter gigi (mumpuni=mampu, menguasai bidangnya)
Sang pembukti = tukang ronsen

Sang penentu = dokter gigi
Eksekutor = dokter gigi juga

** Soal othot-othotan antara cangkem saya dengan dokternya, tak perlulah saya ceritakan, bayangkan saja sendiri situ… saya males.

perkenalkan, ini gigi bungsu saya yang paling sulung




[Hhhh… k
érééé, kéré…, bungsu saya masih ada tiga lagi…
ngalami evolusi saja kok cuma gusin
é thok!!]


15 Mei 2007

Sabtu - 12 Mei 2007

Pertama kalinya saya menyentuh satu-persatu dan memandangi langsung wajah sebagian besar orang (??) yang suka saya kunjungi di dunia lain.

Saya menjadi terlalu bungah, sampai pada keadaan mendekati nol..., kosong, otak saya istirahat di tempat, nggak mau mikir blas.

Saya juga kebetulan sekali nggak dapat pinjaman jepretator, jadi saya nggamblèh saja berdasarkan yang sempat terekam di dengkul saya (untung saya bawa bek-ap...).

Soal gambar-gambar, ya sudah... nunut saja... mangga, silakan ditelusur di bagian bawah situ. Semoga Tuhan membalas kebaikan tukang jepret yang senantiasa mengawetkan muka-muka itu... Amiiin.

Begini kira-kira kronologinya:
- datang ke CICO/PILI (punteun Pak Satpam...),
- (di)bikin(kan) kopi yang cespleng untuk kepala kenceng (matur suwun kyai mbilung, pakdhe sumux),
- duduk di kantor kyainé yang asbaknya cemènthèl sepasang gondhal-gandhul, sambil pas-pus ngomprongi congor,
- menunggu yang lain thukul sedikit demi sedikit (baguslah... nèk langsung mak brol, malah bingung sing salaman...)
- kongkow-kongkow, menunggu apaaa...?
- madhang...! (huh-hah! sambel gorengé puedhes'ik..!),
- kongkow-kongkow lagi,
- pindah tempat (soalnya tempat lama sudah full sampèk sundhul...), bergeser ke pinggir kali, biar mekanisme plung-lap bisa berjalan...
- ngomba-ngombé (sengkrang-sengkring nèng irung nèk pas glègèken jé..., haaeikk!!)
- mulai gelap, pindah lagi ke tempat semula...
- menunggu dua nayakapraja BH yang baru pulang dari medan perang...
- mrithili satu-satu... saya juga..., jadi kronologinya tidak komplet soalnya saya tidak sampai acara penutupan... coba tanyakan kepada kyainé

sepanjang peristiwa itu saya plonga-plongo menikmati sembarang tingkah polah dan ocèh-ocèhan...
ada yang dièrèt-èrèt bocahé dijak mancing...
ada yang menelusur sejarah kopi darat...
ada yang mendem kenceng sakau keringet...
ada yang bingung batere jepretatornya habis...
ada yang menunggangi sumber kencono...
ada yang bertanya-tanya soal seragam polisi bogor...
ada yang dapat dua rit Baranangsiang-CICO...
ada yang perjuangannya mlétho di bulan kedua...
ada yang cari-cari colokan...
ada yang terlalu semangat ke jogja, sampai kursinya ambrol...
ada yang bertanya-tanya soal "apamu yang terlihat arab"...
ada yang penganten baru buru-buru...
ada yang cari obat kempès buat pensilnya...
ada yang mèsam-mèsem memandang diam-diam kepada juru kisah...
ada yang celap-celup gabus sebelum diemut...
ada yang antuk-antuk di pinggir kali sambil mikirken rahayatnya...
ada yang ciblon gembira ria...
ada yang merekonstruksi tindak plung-lap berjamaah...
ada yang gatelen karna emang dari sananya...
ada yang bal-balan dan main pasir...
ada yang menunggu... menunggu...
ada yang ......
ada yang ...

kesimpulan dengkul saya sementara ini:
"padahal wong édan nggak kurang-kurang, kok dunia ini begitu serius, ya...?"

nah..., untuk reportase yang lebih genah, silakan bergelayutan di mari:
kyai mbilung
kang bahtiar
pakdhe zumux dislameti
mas hedi
gita
mpok bina
luthfi
omith kencono
juragan batik
venus to mars
blantikayu

Sabtu - 12 Mei 2007 ponakan lanang saya berulang tahun ke-3, saya bawakan celengan gajah.
Lho.., ini gajah pa celeng..??
Gajah sudah ditaklukkan, oom... sekarang saya suruh jadi celeng...!