Di banyak tempat, bila diucapkan dengan gaya tertentu, menjadi makian. Sama saja antara yang bertekanan tebal, maupun yang lembut bergelombang.
Untuk beberapa kalangan, menjadi kesayangan. Bisa sebagai klangenan, bisa pula karena fungsional.
Ada anjing di rumah saya, anak-beranak. Satu betina induk, umurnya 4 tahun lebih, warnanya badannya cokelat, ujung-ujung kakinya putih. Dia kecil saja, tapi merasa berkuasa di sekitar rumah saya. Akibat pergaulan bebas, sudah 3 kali ia melahirkan. Angkatan pertama habis diminta orang. Angkatan kedua bersisa satu ekor jantan, sudah lebih besar daripada induknya meski umurnya belum satu tahun. Bulan lalu, lahir lagi 5 ekor, 2 betina dan 3 jantan, baru minggu ini bisa membuka mata.
Jadi kalau tidak ada yang meminta, di rumah saya akan berkeliaran 7 ekor anjing.
Hari ini, saya menerima surat edaran tentang hasil pemilihan ketua sebuah organisasi lingkungan kompleks. Dilampirkan juga notulensinya. Ada poin terakhir hasil keputusan rapat yang agak unik, yaitu tentang evaluasi Rukun Tetangga. Isinya menyoal anjing yang mengganggu kenyamanan, kerja bakti dan kinerja satpam.
Tadinya sama sekali saya tidak berpikir tentang anjing, karena tidak nyambung dengan judul surat. Tetapi karena menjadi bagian dari keputusan rapat dan dijelaskan cukup rinci, saya tergoda juga untuk memikirkannya. Tanpa maksud mencari-cari alasan dan membela anjing-anjing saya yang turut menjadi tertuduh, apalagi latah mengajukan pengaduan pencemaran nama baik.
Saya hanya teringat bahwa satpam kami memelihara 3 ekor anjing yang setiap hari, siang-malam, menemani keliling kompleks. Mereka ada dan dipelihara karena fungsinya.
Bagi sejumlah warga di kompleks kami, mungkin anjing adalah cela.
Meskipun ada juga yang grenang-greneng, tidak terlalu keberatan bertemu anjing di kompleks kami. Tetapi surat edaran itu menunjukkan bahwa sudah diputuskan, final, bahkan sudah ditindaklanjuti. Dua ekor sudah diberikan kepada pencari anjing, satu lagi menunggu diambil oleh kawan salah satu penjaga keamanan.
Berarti, habis sudah. Tidak ada lagi yang namanya anjing satpam.
Mulai sekarang, Pak Satpam harus menjaga stamina dan menambah kewaspadaannya selama kurang-lebih 12 jam mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Tidak ada lagi tenaga tambahan. Bantuan tenaga manusia sama saja dengan tambah biaya, berarti pula nambah iuran bulanan. Tentu tidak dijamin warga setuju, yang sekarang saja masih lumayan yang absen.
Mulai nanti malam, tidak akan ada lagi unjuk kuasa antara anjing satpam dengan anjing saya. Meskipun berisik dan selalu membuat saya terjaga, tetapi itulah peringatan. 'Early-warning system', supaya kami tidak lupa mengunci pagar, supaya kami tetap waspada.
Pak Satpam tentu juga menggunakannya sebagai agen peringatan dini. Di kompleks saya, sebagian lahan belum terbangun dan ditumbuhi alang-alang yang sebegitu rupa. Tidak heran, kadang-kadang saya ketemu ular atau kalajengking. Anjing lebih sensitif pada binatang-binatang yang bisa jadi berbahaya.
Rumah saya berada di deretan paling ujung menuju sungai, berbatas jalan yang tak terawat. Dikelilingi rumah-rumah kosong yang penuh alang-alang. Tenang sekali, bahkan kadang-kadang terlalu tenang. Mungkin satpam pun akan semakin malas melintas mengelilinginya.
Secara tersirat, surat edaran itu rasanya memang ditujukan buat saya. Tetapi saya akan memperhatikan, apakah benar begitu. Sementara itu, anjing-anjing masih akan berkeliaran di halaman rumah saya.