26 November 2008

Jangan Memberi Makan Monyet....!

Iya. Stop. Jangan lagi memberi makan monyet, terutama monyet-monyet di ujung Kali Angke sana. Mereka ngumpul di dalam area perlindungan milik negara, bernama Suaka Margasatwa Muara Angke di Jakarta Utara. Di situ saja, nggak bisa ke mana-mana, kecepit rumah-rumah hebat dan gedung-gedung apartemen milik para keturunan monyet yang durhaka. Kini area jelajahnya tinggal hutan bakau seluas 25 hektare, sebab hutan bakau yang lain sudah diurug dijadikan rumah mewah Pantai Indah Kapuk atau PKI. eh... PIK.

Mereka kelihatan asik nongkrong di pinggiran kali, bercengkerama dengan riang. Dan saya nggak ikutan, karena tongkrongan mereka eksklusif, cuma untuk para munyuk. Nggak tau kalau sampeyan yang ikutan, siapa tau boleh...

Sesekali monyet-monyet itu mencomot apa yang lewat menghilir, lalu dimakan. Woah, berarti banyak buah-buahan hanyut di Kali Angke dong? Ya jelas enggak. Itu sampah sodara-sodara... Sampah yang digelontorkan dari hulu bersama air bacin. Tapi memang kétok yèn huénak tenan, rèk...

Jadi, di Jakarta mungkin cerita kunyuk makan pisang sudah tak begitu laku lagi, karena kini sudah ada diversifikasi makanan, yang nampaknya lebih nikmat dan lebih ringan usahanya. Nggak perlu lagi manjat-manjat dan bergelayutan dari pohon ke pohon.

Kali Angke sendiri nyaris mampus akibat bagian hulunya menyempit kena proyek "entah apa", sehingga hilang energi untuk mendorong air hingga ke muaranya. Airnya jadi hitam pekat seperti comberan raksasa megah berdinding beton. Mendekat ke muara, warna air lebih terang hingga mendekati coklat, limpahan dari Banjir Kanal Barat yang disodetkan ke ujung Kali Angke. Kira-kira setiap jam lima sore rombongan air yang lebih banyak tiba di ujung sodetan, satu jam perjalanan sejak pintu air Manggarai dibuka. Sebagian langsung ke kanan menuju muara, sebagian lagi berbelok ke kiri menghulu Kali Angke. Air Kali Angke yang semula hitam pekat itu lantas terencerkan menjadi hitam muda. 

Berbagai macam sampah tentu tinggal nebeng saja bersama aliran air kemana pun arahnya. Mulai dari sampah industri, sampah pasar, sampah rumah tangga, juga sekalian sampah metabolisme, tumplek bleg kena sentor massal.

Yang pasti, sampah-sampah itu nggak mungkin nyemplung sendiri ke kali. Dan embuh, si munyuk itu lalu mungut dan nguntal sampah yang mana....

11 komentar:

Anonim mengatakan...

kasian kalo biasa disuapin, nanti nggak bisa cari makan sendiri yak. itu air kok keruh banget. dari gambarnya aja udah ketahuan, aromanya seperti apa... waks!

anakperi mengatakan...

sedap, mpok..., lha wong comberan orang seprapat kota, je.... cobak ae... :)

Anonim mengatakan...

ayo ... kalo peduli munyuk, kita mungutin plastik dari Bogor yoook!

Bangsari mengatakan...

wah, ciloko munyuke kuwi kok ragelem ngungsi. coba ngungsi koyo wong betawi, rak lumangyan entuk pesangon.

Anonim mengatakan...

Moes Jum: munyuke dijarne wae ta, Dhe... mengko ndhak terus ge-er... :))

Ipoul Bangsari: disangoni gedhang? pirang grobag? sing kon nggawakne menungsa ya, kang? hehehehe

kopi kental mengatakan...

Dilungkas...munyuk wis ra gelem mangan gedhang. Doyane mangan McD karo ngombe Coca-Cola.

anakperi mengatakan...

arief: gedhange genti diuntal menungsa, ya?

Anonim mengatakan...

yo kudune kowe matur nuwun karo munyuk kuwi melu andil kebersihan kota. yo ora nyuk..?

Anonim mengatakan...

endik: wah iya... matur nuwun, ndha....

Anonim mengatakan...

Munyuk yang baik....
tapi kasihan kalo munyuknya digituin terus...

Anonim mengatakan...

anderwedz: bukan saya lho yang nggituin....