23 Maret 2007

Kuat Tanpa Obat

Sudah tentu saya tertarik ketika diajak berkunjung ke mbun-mbunan burung nun jauh di timur sana.
"Berangkat Minggu malam, ya? Kita berangkat jam 9 malam.."
"OK, bos..."
Ketika saya lihat-lihat lagi tanggalnya, lho...kok... acaranya hari Senin pagi...!
Wah, sementara urusan pemberangkatan semua sudah diselesaikan... Ya wislah, pikir saya..

Maka berangkatlah kami hari Minggu malam itu, transit 3 kali, dan sampai di Manokwari hampir jam 8 pagi esoknya atau jam 6 di Jakarta. Acara dijadwalkan mulai jam setengah sepuluh Waktu Indonesia Bagian Timur.
Beberapa teman seperjalanan -termasuk pakdhe soldadu grinpis mengundang- mampu tetap "on" dan langsung mengikuti acara...
Saya tidak habis pikir, dari mana mereka mendapatkan kesaktiannya. Kalau menurut pepatah bikinan saya sendiri, "esuk makani pitik, awan njabuti enthik, sore ngurupke ublik, bengine nyuluh jangkrik"*.
Pokoknya ampuh tenan lah...!!

Saya sendiri terus terang nggak kuat model begitu. Jadi sesampai di lokasi, saya mangkir ngawula mata alias micek dulu... Setelah badan menjadi lurus kembali dan angin yang menjadi unsur utama badan saya terkonsolidasi kemudian mewujud dalam bebunyian yang merdu bikin nafsu, segeralah saya mencuci badan dan membuang ampas angin. Setelah itu barulah saya bisa ikut-ikutan nggambleh bersama yang lain dengan badan lebih seger.

Keampuhan itu, setelah saya telusuri hal-ihwalnya, sesungguhnyalah soal manajemen pikiran demi mempengaruhi efektivitas dan efisiensi istirahat selagi melakukan perjalanan panjang.
Kalau hanya begitu, lantas apa anehnya...? Memang tidak ada, hehehehe...
Tapi mungkin memang ketidakmampuan mengolah pikiran itulah yang membuat saya tidak beroleh kekuatan seperti teman-teman saya yang lain. Kebetulan kali ini saya menggunakan pesawat sebagai alat transportasi.

Setelah saya identifikasi beborok di pikiran saya, ternyata kira-kira begini hasilnya:

  1. saya tidak takut matinya, tapi saya takut sakitnya.
  2. saya belum bisa menjawab pertanyaan "apakah kawin itu enak?".
  3. saya was-was ketika mendarat, jauh melebihi rasa was-was ketika lepas landas atau sewaktu terbang, sementara saya harus mengalami 4 kali pendaratan.
  4. saya was-was dengan sakit telinga sekeluar dari pesawat.
  5. saya menyesal karena lupa nggak bawa jaket sehingga kedinginan kena AC.
  6. saya bertanya-tanya apakah pramugari itu keroyokan kalau pakai parfum, kok semua baunya sama...
Kemudian setelah saya karang-karang, resep mengurangi rasa was-was saat naik pesawat itu begini:
  1. jangan sering-sering membaca berita kecelakaan, baca komik saja.
  2. yakinkanlah bahwa yang di kokpit pesawat itu pilot, bukan tukang ojek yang suka mematikan mesin ketika jalanan menurun.
  3. bayangkan yang indah, baik, manis, saru juga boleh, yang penting tidur nyenyak.
  4. lakukan perjalanan panjang dengan perut kenyang, karena yang menghadapi demonstrasi cacing dan naga di perut adalah mata Anda!
  5. tutup telinga Anda dengan earphone, headphone, kapas atau kaos kaki juga nggak apa-apa (tapi jangan lupa, tutupi hidungnya juga..!).
  6. mengunyah makanan menjelang lepas landas atau mendarat. Kalau nggak ada makanan, bahu teman duduk Anda juga sepertinya enak...
  7. bawalah kupluk atau topi dan jaket atau sarung yang lembut dan hangat untuk melawan dinginnya AC.
  8. jangan suka menciumi pramugari hanya karena mau tau baunya...
Nah, apa yang biasanya membuat pikiran Anda mengganggu perjalanan? Apa pula yang Anda lakukan untuk mengatasinya?


*="pagi memberi makan ayam, siang mencabut entik (sejenis umbi-umbian yang bisa dimakan), sore menyalakan lampu minyak, malam mencari jengkerik"

Bogor Terancam Puting Beliung

Judul kecil di bawah kolom "Kilas Metro" -harian Kompas tanggal 22 Maret 2007 halaman 25- ini saya baca dalam perjalanan pulang ke tepian Ciliwung.
Sayang sekali hanya kecil saja, betul-betul "kilas" dalam artian sebenarnya. Karena kalau Anda khilaf sedikit saja, berita ini tidak akan terbaca. Atau mungkin memang tidak dimaksudkan untuk memberi peringatan...?

Ini sekalian saya tampilkan berita komplitnya yang cuma pendek saja:

"Wilayah Bogor, Jawa Barat, terancam serangan puting beliung hingga akhir pekan ini. Kepala Kelompok Data dan Analisa Kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor Hendriantoro, Rabu (21/3), mengatakan, warga di wilayah Bogor diminta waspada karena cuaca buruk yang mengakibatkan puting beliung masih bisa terjadi. "Saat ini sangat mungkin terjadi angin ribut karena sedang peralihan musim hujan ke musim kemarau," ujar Hendriantoro. (ong)"

Ada yang bisa ngasih pencerahan, apa yang bisa kita lakukan kalau nanti putingnya lewat?

16 Maret 2007

Cah Ayu....

Kemarin menjelang jam delapan malam, saya sudah berniat mau pulang karena body sudah kembali sukar diajak kompromi. Biar gerimis akan saya terjang, begitu pikir saya. Selesai mengemasi barang-barang yang berserakan di lapak, saya pergi ke kamar mandi untuk menguras cairan sisa dari salah satu kantong di perut saya. Tidak ada yang khusus dengan kegiatan ini, semata soal menghindari perut kembung dan saluran mampet.

Sekembalinya dari kamar mandi, dia sudah berada di depan pintu. Teman lama.
Aneh rasanya... Beberapa bulan -hampir satu tahun- lalu, saya menemuinya di depan pintu sebelah selatan dan saya biarkan dia pergi malam itu juga. Kemarin malam saya bertemu lagi tetapi di depan pintu sebelah utara. Masih tidak berubah, muda dan cantik, bahkan sangat cantik menurut saya. Demi ini, saya ijinkan dia menginap satu malam...

Dia masih begitu muda, pembawaannya kalem dan bukan jenis yang pemurka.

Nama susahnya Cylindrophis ruffus. Lidah melayu menyebutnya ular kepala dua. Di tanah pasundan sering disebut oray totog. Yang ini panjangnya belum sampai 20 sentimeter, masih jauh dibandingkan dewasanya yang bisa lebih dari setengah meter.

Kalau Anda ketemu lagi dengan yang ini, jangan digencet ya?
Karena tidak semua yang indah itu berbisa....

06 Maret 2007

Kamu bikin prihatin...

Dia coklat, masih muda, agak gondrong, bertampang agak sendu, tidak galak dan tidak brengsek.
Ini cerita soal kirik, bukan iklan cari jodoh, orang hilang atau daftar pencarian orang, karena sekali lagi ini soal kirik.

Jadi, saya sedang prihatin karena kirik ini sudah tiga hari nggak mampir. Memang bukan kirik milik saya, tapi kirik ini bikin meriah di tempat sehari-hari saya berada. Sudah sumadulur begitu lah... Iya lho..., sudah seperti saudara, meskipun roman muka saya masih lebih orang daripada dia -sudah saya buktikan dengan ngilo, ngaca, bercermin untuk memastikan muka saya tidak mirip si kirik (hehehehe.... sori, pu... sesama anak asu dilarang saling nyontek!).

Satu hari nggak muncul, saya pikir masih wajar..., namanya juga kirik, saba kemana-mana...
Hari kedua nggak muncul juga, saya mulai bertanya-tanya dan berprasangka, bapak-ibunya juga mulai panik...
Hari ini, sudah yang ketiga ..[garuk-garuk].. ha mosok, rindu kok mbek asu...!

"hush, hush, apu.., keluar!", "sialan apu! bau..", "smelly dog!", "asuik, mambu..", begitu kala si kirik habis nyemplung bak sampah...
"halo, apu..", "udah makan, pu?", "bapakmu mana, pu?", kata-kata para orang kalau si kirik sedang manis...
Begitulah, nama depannya Apu. Masih ada nama belakangnya, tapi nggak perlulah itu disebutkan...

Biasanya, kala tidak hujan, dia sudah nyelonong ke dapur siang-siang, atau leyeh-leyeh di teras depan, atau merecoki kucing tetangga.
Kala hujan, tetap saja keluyuran di jalan, masuk teras dan, "kipit-kipit-kipit..", terjadilah penularan basah kuyup...

Lha sekarang nggak ada lagi itu... Padahal bak sampah masih bau, hujan juga masih turun...
Kemana kamu, rik...?

05 Maret 2007

Awas PKI...



wakakakakaka..... komedi pagi ini di halaman depan korannya urang bogor.....
saya tidak menertawakan Pak Supardi,
anda tahu sendirilah saya menertawakan siapa...

mau ikut ketawa? nggak juga nggak papa....