22 Juli 2008

Banjir blum tiba, banjir kan tiba, hatiku blablabla...

Banjir adalah sebuah bencana. Sebagian orang mengkoar-koarkan itu sebagai bencana alam, tetapi saya lebih percaya itu bencana kelakuan. Sebagai sebuah ras, kelakuan manusia akan berakibat pada manusia juga, siapa menanam dia akan menuai. Sayangnya, rumus penanam samadengan penuai ini seringkali tidak berlaku pada manusia secara pribadi. Pribadi manusia yang penuh akal (bulus) dan pikiran (kotor).

Alih-alih membalas apa yang manusia lakukan kepadanya tatkala merongrong keseimbangannya, dia malah asyik dengan dirinya sendiri berproses untuk kembali ke titik seimbang. Kalau manusia kena imbasnya bukan salahnya, kan?

Mengandaikan diri bisa belajar tentang keseimbangan alam, mungkin kata mutiara "mencegah lebih baik dari mengobati" bisa dipraktikkan. Saya adalah orang yang optimis. Waktu ini kemarau sudah bergulir, saya yakin banjir akan segera menyusul ketika musim berganti. Dan sebagai makhluk sosial, yang katanya peduli dengan sesama, kira-kira apa yang bisa kita kerjakan?

Jika banjir belum datang, pikirkan beberapa hal berikut, lalu cobalah lakukan:

  1. Salah satu faktor penyebab banjir adalah curah hujan yang berlebihan. Jadi perdalam dan sebarluaskan ilmu Anda sebagai pawang hujan. Jika sudah terbentuk jaringan pawang, biarkan hujan seperlunya lalu bisa digiring secara estafet langsung ke laut.
  2. Kurangi sebanyak-banyaknya menebangi pohon. Selain untuk menambah resapan air, bisa digunakan untuk membangun rumah pohon kalau banjir sudah telanjur datang. Dan jika Anda punya banyak teman jin, minta tolonglah agar dia mau menempati setiap pohon. Karena banyak orang lebih percaya yang mistis-mistis daripada himbauan untuk tidak menebangi pohon sembarangan.
  3. Proaktif menggalakkan kebiasaan menanam pohon. Tapi jangan menggalakkan kirik, karena kirik biasanya pintar berenang dan bisa berbahaya untuk pelampung Anda. Sekali tergigit kirik galak, Anda pun turut tenggelam.
  4. Kurangi kesukaan memblok halaman rumah Anda dengan beton, karena menghalangi peresapan air ke dalam tanah. Sekali-sekali gantilah dengan pelok, ponggé, kenthos, klungsu, kecik atau klentheng.
  5. Mengeruk dasar selokan, jangan cuma mengeruk kas negara. Sekaligus menyalurkan hobi mèmèt, murah meriah dan paling banter keluar ongkos untuk beli obat cacing.
  6. Dampak pemanasan global adalah mencairnya es di kutub, sehingga air laut bisa naik ke daratan. Silakan kurangi percepatan efek rumah kaca dengan menggunakan kendaraan bermotor seperlunya. Atau jika Anda PNS, usahakan mangkir dari senam sehat setiap jumat pagi. Kalau mau nekat karena takut kena sanksi, ya cukup tidak ikut pemanasan, pura-pura buang air besar saja.
  7. Buanglah sampah di tempat sampah, apalagi sampah plastik, stirofom atau kaleng. Karena tanah tidak mampu mencernanya dalam hitungan ratus tahun. Tanah jadi padat (tapi tidak singset) dan sukar meresapkan air. Kecuali Anda mau mengunyahkan dan mencernakannya terlebih dahulu, silakan saja...

Tetapi jika banjir kiriman tlah tiba:
  1. Ambil sisi baiknya. Terima saja, jangan lupa bubuhkan tanda tangan dan ucapkan terima kasih.
  2. Jika Anda tinggal di daerah hulu dan banjir sudah datang, gunakan kentongan untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat di hilir. Jangan hanya menggunakan kentongan untuk menggropyok dan memperbanyak jumlah pernikahan dini. Peringatan dini dimaksudkan untuk menghindarkan basah, sedangkan pernikahan dini mungkin lebih banyak karena ketangkap basah.
  3. Perbaiki genteng rumah Anda sekarang. Tidak perlu pinjam tangga dari rumah tetangga, cukup dengan ban mobil bagian dalam, toh mobil sedang tidak dipakai, dan sekalian saja belajar berenang atau mencari ikan.
  4. Siapkan jaring dan panggangan. Ikan-ikan dari empang tetangga tentu sudah go public, dan siap jadi hidangan nikmat di atas genteng rumah Anda.
  5. Jangan terlena, Anda harus tetap segera mengatasi banjir, karena jika Anda membawahi banjir, itu namanya slulup. Kecuali Anda memang sedang tersesat dan mencari tahu nama jalan yang sudah tenggelam.
Dan kepada manusia-manusia yang telah menyebabkan tanpa menerima akibat: "Sampéyan itu memang coro. Coroné pol!"

keterangan:
* judul diadaptasi dari nyanyian "Libur Tlah Tiba" oleh Tasya.
- Meski banjir itu betul-betul membosankan dan tak sudah-sudah,
dan meski postingan ini miskin gambar, saya tetap ngèyèl.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Usul pak ... sebelum banjir datang perlu menyiapkan juga asosiasi pemancing ndeso (bukan yang pro). Ini penting karena hanya pemancing ndeso lah yang berani dan siap mancing di area12 yang kebanjiran.

Anonim mengatakan...

The flood was a disaster. Some people mengkoar-koarkan that as the natural disaster, but I more believed that the behaviour disaster. As a race, the behaviour of humankind will result in humankind also, who buried him will reap. Unfortunately, the planter's formula be the same as penuai this often was not current to humankind personally. Privately resourceful humankind (the socket) and thoughts (dirty).

Anonim mengatakan...

wah panjenengan bikin saya ingat roti pongge.barangkali masyarakat ibukota ini memang gemar kungkum.banjir kok ga diatasi

anakperi mengatakan...

moes jum: jadi ciliwung, pakdhe?

petani: yoh, matur nuwun

tito: eh, pak dhokter rawuh.... mangga, pak....